Bijak Menyikapi Perbedaan Puasa Arofah dan Idul Adha
Tantangan ke 30.
09. Juli 2022.
Idul Adha tahun 2022 ini kembali terjadi perbedaan tanggal. Sebagian masyarkat Indonesia berlebaran Haji hari ini, tanggal 09, Juli 2022 dan sebagian mengikuti kebijakan Pemerintah yaitu pada tanggal 10 Juli esok hari.
Fenomena ini sudah tidak asing bagi kita Ummat Islam di Indonesia. Pun demikian adanya dengan lingkungan di mana saya hari ini berada.
Biasanya, selama saya tinggal di tanah kelahiran, perbedaan ini tidak terlalu menyita perhatian saya, karna kami saling menghargai perbedaan masing-masing. Meskipun berbeda pendapat penanggalan lebaran dan terlebih pelaksanaan puasa Arafah, tetap saja di Tempat tinggal saya, solat ied selalu serentak terlepas dari perbedaan tersebut.
Untuk pertama kali setelah 5 tahun saya kembali berada jauh dari orang tua, jauh dari lingkungan dimana saya dibesarkan. Di tempat baru ini, perbedaan pendapat akan penanggalan 9 dan 10 Dzulhidjah, terasa sangat kentara, tadi malam saya sudah mendengar beberapa masjid bertakbir, dan pagi ini berbondong-bondong jamaah berangkat ke Masjid atau lapangan untuk melaksanakan solat Ied.
Sementara sebagian masyarakat masih ada yang berpuasa Arofah pada hari ini. Kenapa selalu terjadi perbedaan ini ? Dan siapa yang benar ? Lantas kita harus mengikuti siapa ?
Pertanyaan ini saya pikirkan dan coba saya fahami, agar pemahaman saya lebih baik dan bijak dalam menyikapi perbedaan yang ada dalam segala hal.
Berawal dari kekecewaan ibu pemilik kos di mana saya tinggal. Beliau tidak saya bangunkan sahur, karena saya pikir ibu kos kelelahan setelah seharian penuh melakukan perjalanan ke kota sebelah, saya untuk sahur sementara ibu kos saya abaikan. Sehingga bu kos tidak berpuasa pada hari Jumat dan akan berpuasa esok hari di hari Sabtu.
Namun demi mendengar takbiran setelah adan magrib, dia begitu kecewa dan sangat menyesal telah melewatkan puasa Arafah dan sedikit memprotes saya yang tidak mengajaknya sahur. Wah saya jadi tidak enak hati.
Lantas saya bertanya " Bu, ibu ikut keputusan pemerintah, atau ikut Arab saudi? Kalo ibu mau puasa, kan pemerintah Indonesia memberikan keputusan Ahad kita lebaran, jadi besok ibu masih bisa puasa. Begitu kurang lebih pertnyaan saya, dan dengan berhati-hati saya menyampaikan pendapat, hawatir malah salah kata, dan semakin membuat saya merasa bersalah. Akhirnya si ibu menelfon beberapa sodara dan meminta pendapat sepertinya, dan diputuiskanlah ibu kos berpuasa hari Sabtu.
Dengan fenomena perbedaan penanggalan ini, banyak terjadi kebingungan bagi kita masyarkat awam, Ikut hasil rukyah Indonesia atau hasil rukyah Saudi? Atau ikut hasil hisab ?
Selain kebingungan juga sering terjadi saling menyalahkan dan merasa paling benar satu golongan dengan yang lain.
Bagi saya yang keilmuannya dangkal, dan setelah mendapatkan bebrapa pencerahan dari banyaknya fatwa ulama melalui taklim, bahkan mendengar khutbah Jum'at kemaren dari pengeras suara Masjid, alangkah baiknya kita sama-sama saling menghargi sajalah Toh hasil hisab perhitungan maupun Rukyat hilal ( melihat datangnya hilal ), kita mengikuti kebijakan pemerintah selaku Warga Indonesia maupun mengikuti Kiblat yaitu keputusan Arab Saudi, semua keputusan ini memiliki dasar yang kuat serta dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Hasil dari saya menyimak taklim dari bebrapa ulama terkemuka menurut pendek pemahaman saya , saya memahami dan menuliskan dengan bahasa yang sederhana dan terbatas pemahaman namun semoga dapat dimengerti.
***
Perbedaan penanggalan telah di jelaskan oleh imam besar ummat Islam yaitu Imam Syafi'i dan Imam Malik. Kedua Iama ini adalah imam besar dan tidak ada perdebatan antara keduanya.
Menurut imam Syafi'i.
Melaksanakan dan menentukan tanggal dengan melihat keberadaan hilal yaitu dengan hasil rukyah dari negara masing-masing ( Indonesia sendiri dan Arab Saudi sendiri) adalah telah ada dan menjadi amalan Sahabat dan Tabi'in, dan salah satu pendapat yang kuat adalah dalam madzhab Syafi'i.
Imam Syafi'i menjelaskan bahwa, Jika telah dilihat hillal di satu negara, dan seluruh negara yang lain hendak mengikutinya maka itu adalah benar.
Sementara pendapat Imam Malik. Jika satu negara melihat hilal sedang kan negara yang lain belum melihat hilal, dan baru melihat hilal pada esok harinya sehingga terjadi perbedaan tanggal antara negara A dengan negara B maka itu pun benar.
Karena keberadaan hilal pada tiap negara adalah berbeda. Nah ini pendapat imam Malik.
Perbedaan pendapat imam Malik dan imam Syafi'i benar dan dapat dipertanggungjawabkan serta tidak ada perdebatan.
Lantas ummat mau mengikuti keputusan pemerintah Indonesia, atau mengikuti Arab Saudi, dinjelaskan oleh Buya Yahya "silahkan dalam hal ini dianjurkan memilih salah satu karena secara ilmu fikh keduanya diperbolehkan".
Lantas bagaimana dengan puasa Arafah? Puasa Arofah adalah puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhidjah, jika kita berada di Arab Saudi maka kita berpuasa pada saat wukuf di Arafah.
Namun karna kita aida di Indonesia maka tidak mengapa kita mengikuti Rukyat Indonesia.
Nah dengan adanya perbedaan yang sesungguhnya sejak jaman Rosul dan para sahabat serta Tabi'in telah dicontohkan, alangkah baiknya kita saling menghargai satu sama lain tanpa ada pertentangan.
Karena sesungguhnya perbedaan itu indah.
Sumber Tulisan adalah catatan hasil banyak kajian bersama para ulama baik online maupun offline. Jika ada keskahan dalam penyampaian tidak kain adalah keterbatasan dan kekurang fahaman penulis.
Wallahu a'lam bissowab
Komentar
Posting Komentar